Grobogan
Metro Realita Menjelang musim tanam pertama (MT 1) di wilayah Grobogan pada
November-Desember, petani dan pihak terkait lainnya harus mewaspadai
serangan hama tanaman. Salah satunya dengan menggalakkan gropyokan hama tikus
secara terencana dan berkesinambungan. Sehingga serangan hama pengerat tersebut
tidak mengganas dan merugikan petani.
”Langkah
ini merupakan salah satu mewujudkan kedaulatan pangan. Serangan tikus harus
dikendalikan agar hasil panen padi, jagung, kedelai, dan tanaman lainnya
melimpah,” ujar Wakil Bupati Grobogan Icek Baskoro dalam acara pencanangan
gerakan massal pengendalian tikus di Desa Selojari, Kecamatan Klambu, Jumat (31/10).
Wabup
menyebutkan, produksi jagung merupakan terbesar di Indonesia, yakni lebih dari
6 ribu ton per tahun. Untuk produksi kedelai 28.975 ton atau 29,17 persen dari
produksi Jateng, sedangkan produksi kedelai nasional saat ini hanya sekitar 800
ribu ton per tahun, dan impor kedelai nasional 2,2 juta ton per tahun.
”Melalui
program gerakan pemberantasan hama tikus tersebut, diharapkan tanaman
subur
dan hasil panen melimpah. Sehingga Grobogan mampu memenuhi kebutuhan pangan
daerah maupun nasional,” katanya.
Kepala
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (Dinpertan TPH) Grobogan Edhie
Sudaryanto mengatakan, produksi kedelai Jateng sampai sekarang masih
mengandalkan Grobogan. Selain itu, keberhasilan Grobogan dalam upaya
memproduksi kedelai mampu menciptakan varietas kedelai unggulan yakni varietas
Grobogan.
”Kedelai
Varietas Grobogan kualitasnya di atas dari kedelai impor dari Amerika. Varietas
ini juga telah dikembangkan petani di beberapa provinsi di Indonesia. Bahkan
produktivitas kedelai yang dihasilkan petani Grobogan rata-rata mencapai 2,2
ton per hektar,” terangnya.
Sementara
itu, petani akan meningkatkan kewaspadaan serangan tikus karena hama tersebut
biasanya menyerang sejak persemaian hingga panen. Bahkan hasil pertaniaan yang
sudah di simpan di gudang juga kerap menjadi sasaran tikus.
”Tikus
termasuk hama yang sulit dikendalikan. Selain cepat berkembang biak, tikus
sering menyerang pada malam hari, sehingga menyulitkan petani memberantasnya,”
ujar salah seorang petani, Ngadino, kemarin.
Petani
warga Gubug tersebut mengatakan, berbagai upaya dilakukan petani untuk membasmi
hama tersebut. Baik dengan gropyokan atau menangkap beramai-ramai, pengasapan,
maupun memasang perangkap namun serangan tetap mengganas. Serangannya juga
tidak tergantung musim, baik kemarau maupun musim hujan selalu menjadi musuh petani.
Petani
lainnya Yadi menyebutkan, pada musim tanam sebelumnya atau sekitar pertengahan
2014 lalu, tanaman padi di wilayah Gubug memang terserang hama tikus namun
tidak terlalu mengganas seperti musim tanam sebelumnya. Biasanya warga
melakukan gropyokan dan pengasapan di sarang-sarang tikus di areal persawahan.
”Hama satu ini memang sulit diberantas, karena merusak tanaman padi,
jagung, dan lainnya. Petani harus kerja keras untuk mengantisipasi
serangan tikus. Apalagi jika tanaman sudah muali berbuah, akan mengancam panen
dan mengakibatkan petani merugi,” ungkapnya(cim)